Tuesday, March 18, 2025

Tan Malaka: Pejuang Revolusi yang Terlupakan, Pemikirannya Tetap Abadi

 

Tan Malaka adalah salah satu tokoh revolusi Indonesia yang namanya sering terlupakan dalam sejarah resmi. Ia dikenal sebagai pemikir, pejuang kemerdekaan, dan aktivis politik yang memiliki gagasan revolusioner tentang sosialisme dan kemerdekaan Indonesia. Perannya dalam perjuangan kemerdekaan sangat besar, tetapi ia kerap dianggap sebagai sosok kontroversial karena pemikirannya yang berbeda dengan para pemimpin nasional lainnya. 

Meskipun banyak jasanya dalam memperjuangkan Indonesia yang merdeka dan berdaulat, Tan Malaka mengalami berbagai tekanan politik, bahkan hingga akhir hayatnya. Ironisnya, tokoh yang gigih memperjuangkan kemerdekaan ini justru dieksekusi oleh bangsanya sendiri. Bagaimana perjalanan hidup Tan Malaka hingga akhirnya ia menjadi salah satu sosok yang dilupakan dalam sejarah? 

Tan Malaka lahir dengan nama asli Ibrahim Datuk Tan Malaka pada 2 Juni 1897 di Nagari Pandan Gadang, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Ia berasal dari keluarga Minangkabau yang sangat menjunjung tinggi pendidikan. Sejak kecil, Tan Malaka dikenal sebagai anak yang cerdas dan berjiwa kritis. Kemampuannya dalam berpikir logis dan rasional membawanya mendapatkan beasiswa untuk bersekolah di Rijkskweekschool, Belanda, pada tahun 1913. 

Selama di Belanda, Tan Malaka mulai mengenal gagasan sosialisme dan marxisme yang saat itu berkembang pesat di Eropa. Ia banyak membaca literatur politik dan filsafat, yang akhirnya membentuk pemikirannya tentang perjuangan rakyat tertindas, termasuk rakyat Indonesia yang saat itu masih berada di bawah penjajahan Belanda. 

Sekembalinya ke Indonesia, Tan Malaka aktif dalam pergerakan nasional. Ia menjadi seorang pengajar dan mulai menyebarkan pemikirannya kepada murid-muridnya. Namun, karena pandangan politiknya yang radikal dan dianggap membahayakan kolonialisme Belanda, ia mulai diawasi oleh pemerintah Hindia Belanda. Akibatnya, ia harus hidup dalam pengasingan selama bertahun-tahun di berbagai negara, termasuk Filipina, China, dan Uni Soviet. 

Selama dalam pengasingan, Tan Malaka tetap aktif menulis dan menyebarkan ide-idenya. Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah Madilog (Materialisme, Dialektika, dan Logika), sebuah buku yang menekankan pentingnya berpikir rasional dan ilmiah dalam perjuangan bangsa. Ia mengkritik pola pikir yang masih bergantung pada mitos dan takhayul, yang menurutnya dapat menghambat kemajuan masyarakat Indonesia. 

Tan Malaka juga memperkenalkan konsep revolusi total, di mana kemerdekaan harus diperjuangkan dengan cara yang lebih tegas, bahkan dengan perlawanan bersenjata jika diperlukan. Berbeda dengan kelompok nasionalis lain yang lebih memilih jalur diplomasi, Tan Malaka percaya bahwa Indonesia hanya bisa benar-benar merdeka melalui perjuangan rakyat secara langsung. 

Ketika Jepang menduduki Indonesia pada 1942, Tan Malaka melihat ini sebagai peluang untuk mempercepat perjuangan kemerdekaan. Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu pada 1945, ia kembali ke Indonesia dan berusaha membangun gerakan revolusioner untuk mempertahankan kemerdekaan dari ancaman kembalinya Belanda. 

Tan Malaka mendirikan Partai Murba sebagai wadah perjuangan politiknya, tetapi pemikirannya yang keras dan berbeda dengan arus utama politik saat itu membuatnya memiliki banyak musuh. Ia tidak hanya berhadapan dengan Belanda, tetapi juga dengan sesama pejuang kemerdekaan yang lebih memilih jalur diplomasi. 

Pada 1948, situasi politik Indonesia semakin memanas dengan adanya perpecahan antara kelompok nasionalis, komunis, dan militer. Tan Malaka, yang memiliki pandangan sendiri mengenai revolusi, akhirnya dianggap sebagai ancaman oleh pemerintah. Pada 21 Februari 1949, ia ditangkap dan dieksekusi di Kediri oleh tentara Divisi Brawijaya tanpa pengadilan yang jelas. 

Meskipun Tan Malaka sempat dihapus dari catatan resmi sejarah Indonesia, gagasannya tetap hidup dan terus menjadi inspirasi bagi banyak generasi. Pemikiran kritisnya mengenai perjuangan rakyat, pentingnya pendidikan, serta konsep revolusi masih relevan hingga saat ini. 

Pada 1963, Presiden Soekarno akhirnya mengakui Tan Malaka sebagai Pahlawan Nasional. Namun, meskipun telah mendapatkan gelar tersebut, peran dan kontribusinya dalam perjuangan kemerdekaan masih belum sepenuhnya mendapatkan tempat yang layak dalam narasi sejarah nasional. 

Tan Malaka adalah sosok revolusioner yang ide-idenya melampaui zamannya. Ia tidak hanya berjuang melawan kolonialisme, tetapi juga melawan pola pikir yang menghambat kemajuan bangsa. Meskipun namanya sempat dilupakan, warisan pemikirannya tetap menjadi inspirasi bagi banyak orang. 

Kisah Tan Malaka adalah pengingat bahwa sejarah tidak selalu ditulis oleh mereka yang berjuang di garis depan, tetapi juga oleh mereka yang menolak tunduk pada kompromi. Mengingat dan mempelajari kembali perjuangannya adalah langkah penting dalam memahami lebih dalam sejarah serta jati diri bangsa Indonesia.


Bacaan Wajib Generasi Z untuk Masa Depan yang Cerah

  Membaca merupakan salah satu cara terbaik bagi generasi muda untuk memperluas wawasan, memperkaya pemikiran, dan menemukan inspirasi dalam...