Sunday, April 27, 2025

Mengungkap Peran Ghostwriter dalam Karya Tere Liye

 

Sumber: Instagram resmi Tere Liye, @tereliyewriter

Nama Tere Liye sudah tidak asing lagi di dunia sastra Indonesia. Karya-karyanya, seperti Hujan dan Rindu, telah melambungkan namanya sebagai salah satu penulis paling terkenal di Tanah Air. Namun, belakangan ini muncul kabar mengejutkan bahwa penulis yang sudah melahirkan lebih dari 30 buku ini menggunakan jasa ghostwriter untuk beberapa karya terkenalnya. Fenomena ini menimbulkan perdebatan panjang di kalangan pembaca dan penulis. Apakah penggunaan ghostwriter mereduksi kualitas atau justru memberi peluang baru dalam dunia penulisan?

Tere Liye adalah salah satu penulis yang memiliki pembaca setia di Indonesia. Sejak debutnya pada tahun 2005, ia telah mencatatkan lebih dari 8 juta kopi buku terjual. Namun, pada akhir 2024, sebuah pengakuan mengejutkan datang dari sang penulis: beberapa karya terbaiknya ternyata dikerjakan oleh ghostwriter. Pengakuan ini mengejutkan banyak pihak, mengingat Tere Liye dikenal sebagai penulis yang produktif dan memiliki gaya penulisan khas yang banyak digemari pembaca.

Ghostwriter adalah seorang penulis yang menulis karya, baik itu buku, artikel, atau teks lainnya, namun nama penulis yang tercantum pada karya tersebut bukanlah nama mereka. Sebagai ganti, nama seseorang yang menyewa mereka untuk menulis akan muncul sebagai penulis resmi. Ghostwriter bekerja di balik layar, dengan kompensasi yang telah disepakati, tanpa mengharapkan pengakuan atau kredit atas karya yang mereka buat.

Penggunaan ghostwriter bukanlah hal baru dalam dunia penulisan, terutama di kalangan tokoh-tokoh publik yang memiliki banyak pengikut atau kegiatan yang sangat padat. Dalam dunia sastra, beberapa penulis terkenal juga memanfaatkan jasa ghostwriter untuk merampungkan proyek-proyek besar mereka.

Tere Liye, yang dikenal dengan karya-karya fiksi yang mengangkat tema kehidupan dan hubungan antar manusia, menjelaskan bahwa ia memanfaatkan ghostwriter untuk memastikan karya-karyanya tetap hadir dengan kualitas yang tinggi, meski ia tidak memiliki cukup waktu untuk menulis semuanya sendiri. Ia mengungkapkan bahwa proses kolaborasi dengan ghostwriter memberinya kesempatan untuk fokus pada ide dasar dan tema besar dari sebuah cerita, sementara penulis bayangan tersebut mengerjakan detil teknis dan alur naratifnya.

Meski kontroversial, pengakuan ini membuka diskusi lebih lanjut tentang etika dalam dunia penulisan. Beberapa pembaca merasa dikhianati karena mereka merasa seperti "dibohongi" mengenai siapa yang sebenarnya menulis karya tersebut. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa selama kualitas dan pesan yang ingin disampaikan tetap tercapai, penggunaan ghostwriter bisa dipandang sebagai bentuk kolaborasi kreatif yang sah.

Ada beberapa alasan mengapa seorang penulis memilih untuk menggunakan jasa ghostwriter. Selain keterbatasan waktu, faktor lainnya adalah untuk menjaga kelangsungan produktivitas. Penulis yang sibuk dengan berbagai proyek atau kegiatan lainnya mungkin tidak dapat meluangkan cukup waktu untuk menulis karya baru secara intensif. Ghostwriter, dengan pengalaman dan keterampilan menulis yang mumpuni, dapat membantu menyelesaikan proyek dalam waktu yang lebih singkat.

Tentu saja, ada juga faktor finansial. Beberapa penerbit atau penulis besar mungkin merasa bahwa menggunakan ghostwriter adalah investasi yang menguntungkan untuk menjaga kualitas karya sambil memenuhi tuntutan pasar.

Terkait dampak penggunaan ghostwriter, banyak yang mempertanyakan apakah pembaca akan merasa "tertipu" jika mengetahui bahwa karya yang mereka baca bukan sepenuhnya ditulis oleh penulis yang namanya tercetak di sampul. Namun, fenomena ini juga membuka peluang baru bagi para penulis yang ingin menerbitkan buku namun kesulitan untuk menulisnya sendiri.

Di sisi lain, bagi dunia sastra, penggunaan ghostwriter bisa dilihat sebagai cara untuk mempertahankan kualitas karya sambil tetap menghadirkan sesuatu yang baru bagi pembaca. Seorang penulis besar seperti Tere Liye, misalnya, memiliki pengaruh yang kuat dalam dunia sastra, dan karya-karya yang ditulis dengan bantuan ghostwriter tetap memiliki kekuatan untuk menyampaikan pesan yang dalam dan relevan.

Menggunakan ghostwriter bukanlah kejahatan, asalkan ada keterbukaan mengenai proses kreatif tersebut. Beberapa penulis, seperti James Patterson atau Robert Ludlum, terkenal dengan model kolaborasi mereka dengan ghostwriter dalam menulis serangkaian buku. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan ghostwriter adalah bagian dari proses kreatif yang sah dalam dunia penulisan. Dalam konteks ini, kualitas dan kedalaman karya tetap menjadi hal yang utama.

Bagi pembaca, ini bisa menjadi momen untuk lebih memahami bahwa karya sastra, seperti halnya bentuk seni lainnya, bisa berkembang melalui berbagai cara. Tidak semua proses penulisan harus dilakukan sendirian, dan kadang-kadang kolaborasi bisa menghasilkan sesuatu yang lebih besar dari sekadar individu.

Fenomena penggunaan ghostwriter memang menimbulkan pro dan kontra, namun yang tak bisa dipungkiri adalah kemajuan dan dinamika dalam dunia sastra. Seiring waktu, penulis dan pembaca mungkin akan semakin menerima bahwa di balik karya-karya besar, ada tim kreatif yang bekerja keras untuk mewujudkan karya tersebut. Tere Liye adalah salah satu contoh nyata bagaimana seorang penulis bisa memanfaatkan ghostwriter untuk terus berinovasi, sekaligus menjaga kualitas karya yang ia hasilkan. Untuk pembaca, yang terpenting adalah pesan yang disampaikan dalam karya tersebut, meski nama yang tercantum di sampulnya tidak selalu sama dengan penulis yang melahirkan ide cerita.

Pena Perajut Aksara Luncurkan Buku Aku Tidak Baik Baik Saja di Hari Kartini

 

(Foto: Suparno/detik.com)

Jakarta – Dalam rangka memperingati Hari Buku dan Hari Kartini, komunitas perempuan Pena Perajut Aksara meluncurkan antologi bertajuk Aku (tidak) Baik-baik Saja. Buku ini menjadi ruang bagi 20 perempuan Sidoarjo untuk berbagi kisah tentang perjuangan menghadapi tekanan hidup, kecemasan, dan depresi.

Peluncuran yang berlangsung pada 24 April 2025 itu dikemas dalam nuansa tradisional. Para penulis tampil mengenakan kebaya berwarna ungu, simbol keteguhan dan harapan, untuk mempertegas semangat Kartini masa kini.

Koordinator Pena Perajut Aksara, Bunda Melati, mengungkapkan bahwa karya ini lahir dari keresahan yang dirasakan para perempuan, khususnya para ibu. Menurutnya, lewat tulisan, mereka ingin menyuarakan bahwa tidak apa-apa jika merasa tidak baik-baik saja.

"Kami ingin menunjukkan bahwa mengakui ketidakbaikan adalah langkah awal untuk bangkit. Setiap cerita di buku ini adalah perjalanan menemukan kekuatan," ujar Melati.

Buku setebal 227 halaman ini berisi kisah-kisah nyata yang ditulis oleh para anggota komunitas dari berbagai latar profesi, seperti ibu rumah tangga, guru, pengusaha, hingga jurnalis. Setiap narasi mencerminkan pergulatan batin dan proses pemulihan yang sering kali tersembunyi di balik rutinitas harian perempuan.

Salah satu cerita yang mencuri perhatian berjudul "Bayang di Balik Marmer." Kisah ini menceritakan tentang seorang pemahat patung yang harus menghadapi kehancuran karya sekaligus dirinya sendiri. Namun, melalui perjalanan penyembuhan, tokoh dalam kisah itu mampu menemukan kembali jati dirinya.

"Kisah itu sangat mewakili banyak dari kami. Pernah merasa hancur, namun memilih untuk bangkit dan berkarya," ungkap Dhian HP, salah satu kontributor yang juga berprofesi sebagai kreator konten.

Sejak berdiri pada 2018, komunitas Pena Perajut Aksara telah menghasilkan delapan buku antologi. Komunitas ini konsisten mengangkat tema-tema kehidupan perempuan dengan pendekatan jujur dan empatik.

Peluncuran buku ini juga mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Salah satunya dari Farida Anwari, Komisaris Utama RS Anwar Medika. Ia menyebut karya tersebut memiliki peran penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan mental, terutama di kalangan ibu-ibu.

"Kesehatan mental sering kali terabaikan. Buku ini menjadi bentuk edukasi yang menyentuh, mengingatkan bahwa perempuan juga perlu merawat dirinya," ujar Farida.

Buku Aku (tidak) Baik-baik Saja menjadi bukti bahwa suara perempuan tidak hanya untuk didengar, tetapi juga untuk dimaknai sebagai bagian dari perubahan sosial yang lebih sehat dan inklusif.

DJKI Ajak Masyarakat Lindungi Buku di Hari Buku Sedunia

 

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkum Razilu dalam Technical Meeting Penyampaian Usulan Kegiatan Pendukung Kinerja Program Kekayaan Intelektual di Kantor Wilayah Kemenkum Tahun 2025 di Jakarta, Selasa (4/2/2025). ANTARA/HO-DJKI Kemenkum RI)

Jakarta – Dalam rangka memperingati Hari Buku Sedunia yang jatuh pada 23 April 2025, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI mengajak masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya perlindungan terhadap buku sebagai karya cipta yang memiliki nilai hukum dan ekonomi.

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, Razilu, menegaskan bahwa hak cipta buku bersifat deklaratif. Menurutnya, hak cipta muncul secara otomatis sejak karya diwujudkan dalam bentuk nyata yang dapat dibaca atau diakses oleh publik.

"Penulis tidak diwajibkan mendaftarkan karyanya untuk mendapatkan perlindungan hukum. Namun, pencatatan hak cipta tetap kami anjurkan sebagai alat bukti yang sah apabila terjadi sengketa di kemudian hari," ujar Razilu dalam keterangan resminya, Rabu (23/4).

DJKI menilai pencatatan hak cipta dapat memperkuat posisi hukum pemilik karya, terutama dalam kasus dugaan plagiarisme atau pembajakan. Karena itu, lembaga ini terus mendorong para penulis, penerbit, dan masyarakat umum untuk memanfaatkan layanan pencatatan hak cipta yang tersedia secara daring.

Selain itu, DJKI juga mengimbau masyarakat untuk menghentikan konsumsi serta distribusi buku bajakan, baik dalam format cetak maupun digital. Razilu menekankan bahwa pembajakan tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merugikan para kreator dan melemahkan ekosistem literasi nasional.

"Menghargai karya orang lain melalui cara yang sah adalah langkah awal untuk menciptakan iklim literasi yang sehat dan mendorong lebih banyak penulis Indonesia untuk berkarya," kata Razilu.

Sebagai bagian dari upaya memperkuat perlindungan terhadap karya cipta, DJKI saat ini tengah merevisi Undang-Undang Hak Cipta. Rancangan revisi tersebut bertujuan memperjelas batasan perlindungan, mempertegas pengecualian, serta meningkatkan perlindungan hukum bagi para pemilik hak cipta.

DJKI juga mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam melindungi buku sebagai karya cipta. Caranya adalah dengan membeli buku dari sumber resmi, tidak mengedarkan buku bajakan, serta melaporkan pelanggaran hak cipta yang ditemukan.

"Perlindungan karya cipta harus menjadi gerakan bersama. Tidak cukup hanya pemerintah atau penulis, melainkan pembaca pun memegang peran penting," tutur Razilu.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai hak cipta buku dan tata cara pencatatannya, masyarakat dapat mengakses laman resmi DJKI di www.dgip.go.id.

Friday, April 25, 2025

Sejarah di Balik 23 April Sebagai Hari Buku Sedunia

Setiap tanggal 23 April, dunia merayakan Hari Buku Sedunia. Namun, di balik perayaan tahunan ini, tersimpan kisah sejarah panjang yang melibatkan para maestro sastra dunia, perjuangan literasi, dan semangat membaca yang terus dijaga dari generasi ke generasi.

Tidak banyak yang tahu bahwa tanggal 23 April bukan sekadar tanggal biasa dalam kalender dunia sastra. Di balik perayaan Hari Buku Sedunia atau World Book and Copyright Day, terdapat benang merah sejarah yang mempertemukan para sastrawan legendaris dan tujuan mulia, yaitu menyebarkan literasi ke seluruh penjuru dunia.

Penetapan 23 April sebagai Hari Buku Sedunia pertama kali diprakarsai oleh UNESCO pada tahun 1995 dalam Konferensi Umum ke-28 yang digelar di Paris. Tujuannya sederhana namun besar dampaknya yaitu untuk menghormati karya para penulis dan mendorong semua kalangan, dari anak-anak hingga dewasa, untuk mencintai membaca dan menghargai hak cipta karya tulis.

Namun, mengapa 23 April? Ternyata, tanggal ini menyimpan sejarah yang cukup dramatis dalam dunia kesusastraan. Dua penulis raksasa dalam sejarah dunia, William Shakespeare dari Inggris dan Miguel de Cervantes dari Spanyol, sama-sama tutup usia pada 23 April 1616. Meski sebenarnya Cervantes wafat pada 22 April dan dimakamkan pada 23 April, perbedaan kalender Julian dan Gregorian kala itu membuat tanggal kematian keduanya seolah-olah bertepatan. Di samping itu, pada tanggal yang sama, juga tercatat sebagai hari meninggalnya Inca Garcilaso de la Vega, seorang penulis penting asal Peru.

Momentum itu pun dimaknai sebagai simbol kekuatan dan daya tahan literatur. Hari ini menjadi semacam pengingat bahwa buku adalah warisan budaya paling abadi yang dimiliki umat manusia. Melalui buku, pengetahuan, nilai-nilai, serta semangat perubahan terus hidup, bahkan melampaui waktu dan kematian para penulisnya.

Di banyak negara, Hari Buku Sedunia dirayakan dengan cara yang unik dan kreatif. Di Spanyol, khususnya di wilayah Catalonia, masyarakat memiliki tradisi memberi hadiah berupa buku dan bunga mawar kepada orang terkasih. Tradisi ini dikenal sebagai La Diada de Sant Jordi atau Hari Santo George, di mana cinta dan literasi bertemu dalam satu perayaan yang hangat.

Di Indonesia sendiri, perayaan Hari Buku Sedunia mulai mendapat perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Perpustakaan-perpustakaan umum, komunitas literasi, hingga sekolah-sekolah mulai aktif menggelar acara seperti bazar buku, diskusi literasi, pertukaran buku, hingga pembacaan puisi bersama. Tak sedikit juga toko buku yang memberikan diskon khusus untuk menyemarakkan momen ini.

Salah satu penggerak literasi di Jakarta, Tania Rizal, menyebut bahwa Hari Buku Sedunia bisa menjadi momentum kebangkitan minat baca, terutama di kalangan generasi muda. “Kita sedang berhadapan dengan era digital, di mana perhatian orang lebih banyak ke layar ponsel daripada halaman buku. Tapi lewat perayaan ini, kita ingin mengingatkan bahwa membaca buku masih relevan dan penting,” ujarnya.

Tak hanya penting untuk peningkatan wawasan, membaca buku juga terbukti dapat mengasah empati dan imajinasi. Hal ini diamini oleh beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa pembaca aktif cenderung memiliki kemampuan memahami perasaan orang lain lebih baik, karena mereka terbiasa ‘masuk’ ke dalam pikiran tokoh-tokoh dalam cerita yang mereka baca.

Selain itu, Hari Buku Sedunia juga bertujuan untuk menyoroti pentingnya perlindungan hak cipta. Di tengah maraknya pembajakan buku, baik secara fisik maupun digital, kesadaran akan pentingnya menghargai karya tulis menjadi semakin mendesak. Para penulis, editor, hingga ilustrator, semua bekerja keras untuk menghadirkan satu karya utuh yang layak dihargai dan dilindungi.

Menjelang akhir April, mari kita renungkan kembali hubungan kita dengan buku. Apakah kita masih menyisihkan waktu untuk membaca? Apakah kita sudah mengenalkan budaya membaca kepada anak-anak atau adik kita? Hari Buku Sedunia seolah menjadi ajakan halus untuk kembali bersentuhan dengan halaman-halaman yang selama ini mungkin terabaikan.

Sebab di balik setiap buku, tersimpan dunia-dunia baru yang menanti untuk dijelajahi—dan tanggal 23 April adalah pengingat setiap tahunnya. 

Tuesday, April 22, 2025

Menilai Kembali Minat Literasi di Indonesia


Belakangan ini, banyak yang memperdebatkan soal minat literasi masyarakat Indonesia yang masih dianggap rendah. Banyak laporan dan survei yang mengungkapkan kekhawatiran tentang rendahnya minat baca di Indonesia. Namun, jika kita melihat data terbaru, kita bisa menyimpulkan bahwa anggapan ini sudah mulai berubah, meskipun tantangan masih ada.

Pada tahun 2024, Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) Indonesia tercatat mencapai angka 73,52, melampaui target nasional sebesar 71,4 dan hasil tahun sebelumnya yang berada di angka 69,42. Hal ini menunjukkan adanya perkembangan positif dalam tingkat literasi masyarakat. Bahkan, Tingkat Gemar Membaca (TGM) Indonesia juga mengalami peningkatan yang signifikan, dari 66,70 menjadi 72,44. Angka-angka ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia semakin terbuka terhadap kebiasaan membaca dan literasi secara umum.

Namun, meskipun ada kemajuan, tidak bisa dipungkiri bahwa masih ada tantangan besar yang harus dihadapi. Salah satunya adalah literasi digital. Indonesia masih tertinggal jauh dalam hal literasi digital, dengan skor hanya 3,5 dari skala 5. Ini menunjukkan bahwa meskipun masyarakat mulai membaca lebih banyak, akses terhadap informasi yang lebih kompleks dan beragam, terutama di dunia digital, masih terbatas bagi sebagian besar masyarakat.

Selain itu, faktor geografis dan ekonomi masih mempengaruhi minat baca. Masyarakat di daerah terpencil sering kali sulit mendapatkan akses ke buku atau materi bacaan berkualitas. Pemerintah dan berbagai lembaga pendidikan pun sudah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi hal ini, seperti distribusi buku ke daerah-daerah terpencil dan memperkenalkan literasi digital melalui platform online.

Sebagai masyarakat yang semakin digital, kita harus merubah cara pandang terhadap literasi. Literasi bukan hanya tentang kemampuan membaca buku teks tebal, tetapi juga tentang kemampuan menyerap informasi dari berbagai sumber dengan cara yang lebih praktis. Literasi digital, misalnya, kini menjadi salah satu kemampuan penting yang banyak dikuasai oleh anak muda Indonesia.

Peningkatan minat literasi ini tentu patut diapresiasi. Namun, kita harus terus memperhatikan tantangan yang ada, terutama dalam hal pemerataan akses literasi digital dan penguatan budaya membaca di kalangan masyarakat. Dengan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, bukan tidak mungkin Indonesia dapat mewujudkan budaya literasi yang lebih merata dan berkembang pesat di masa depan.

Menjaga Nilai Moral Lewat Kekuatan Sastra




Sumber: contohseni.com

Di tengah derasnya arus globalisasi dan perkembangan teknologi informasi, nilai-nilai moral dan etika seolah semakin terpinggirkan. Fenomena ini terlihat jelas dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam interaksi sosial maupun dalam cara pandang masyarakat terhadap banyak hal. Salah satu sektor yang menjadi sorotan adalah pembentukan karakter generasi muda, yang seringkali terabaikan seiring dengan pergeseran budaya dan norma yang berkembang pesat. Dalam konteks ini, sastra memiliki peran yang sangat vital sebagai medium untuk membentuk karakter, khususnya dalam mempertahankan dan menanamkan nilai-nilai moral yang mungkin mulai terlupakan.

Sastra, dengan segala bentuknya, seperti novel, puisi, cerpen, dan drama, tidak hanya berfungsi sebagai hiburan atau sarana pelarian dari kenyataan. Lebih dari itu, sastra berfungsi sebagai cermin masyarakat yang mampu merefleksikan berbagai dinamika kehidupan. Lewat karya-karya sastra, pembaca diajak untuk memahami karakter manusia, baik dalam kondisi terbaik maupun terburuknya. Karya sastra sering kali menggambarkan konflik-konflik batin, pertentangan antara kebaikan dan keburukan, serta pilihan-pilihan moral yang dihadapi oleh tokoh-tokoh dalam cerita. Inilah yang menjadikan sastra sebagai alat yang efektif untuk menanamkan nilai-nilai moral dalam diri pembaca.

Menurut para ahli, sastra memiliki kekuatan untuk mengubah cara pandang seseorang terhadap dunia. Dalam proses pembacaan, seseorang tidak hanya mendapatkan hiburan, tetapi juga dapat meresapi makna yang terkandung di dalamnya. Karakter-karakter dalam cerita yang mengalami perubahan, baik itu menuju kebaikan atau malah ke arah kehancuran, bisa menjadi pelajaran hidup yang berharga. Misalnya, dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, pembaca diajak untuk menilai pentingnya pendidikan, kerja keras, dan keberanian untuk meraih mimpi, meskipun dihadapkan dengan berbagai keterbatasan. Karya ini tidak hanya menghibur, tetapi juga menanamkan nilai-nilai ketekunan, kesetiaan, dan cinta terhadap ilmu pengetahuan.

Di era digital ini, di mana hiburan sering kali datang dalam bentuk yang lebih instan dan dangkal, sastra memberikan ruang untuk pembentukan karakter yang lebih mendalam. Karya sastra mengajak pembacanya untuk berpikir kritis, menggali makna di balik setiap cerita, serta merefleksikan nilai-nilai yang ada. Hal ini tentu berbeda dengan media lain yang sering kali hanya menampilkan hiburan tanpa kedalaman moral.

Sastra juga dapat menjadi alat untuk mengenalkan nilai-nilai kebajikan kepada generasi muda yang semakin terpapar oleh pengaruh negatif dari media sosial dan internet. Dalam banyak karya sastra, pembaca dihadapkan pada dilema moral yang menguji integritas dan karakter tokoh-tokoh yang ada. Nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, dan empati sering kali muncul dalam cerita sastra dan membentuk karakter pembaca. Sastra memberikan kesempatan kepada pembaca untuk merenung dan membangun perspektif moral yang lebih baik. Hal ini sangat penting, terutama di tengah krisis identitas yang dihadapi oleh sebagian kalangan muda saat ini.

Namun, meskipun peran sastra dalam pembentukan karakter sangat besar, tantangan besar tetap ada. Banyak orang, terutama generasi muda, yang lebih memilih hiburan instan dan mudah diakses daripada membaca karya sastra yang lebih mendalam. Oleh karena itu, sudah seharusnya masyarakat, baik orang tua, pendidik, maupun pemerintah, lebih aktif dalam mendorong pembacaan sastra. Pengenalan karya sastra sejak dini dapat menjadi salah satu cara untuk membentuk karakter yang kuat dan berbudi pekerti luhur.

Dalam dunia pendidikan, pengajaran sastra juga memiliki tempat yang strategis. Melalui mata pelajaran sastra, siswa tidak hanya diajarkan untuk membaca dan menulis, tetapi juga diajak untuk memahami dan mengaplikasikan nilai-nilai moral yang ada dalam karya sastra. Selain itu, sekolah-sekolah dapat mengadakan kegiatan membaca bersama atau diskusi sastra yang melibatkan siswa dalam berbagi pandangan dan pemikiran tentang karakter-karakter dalam cerita yang mereka baca.

Pada akhirnya, sastra bukanlah sekadar warisan budaya, tetapi juga bagian penting dari proses pembentukan karakter generasi bangsa. Di tengah zaman yang semakin tergerus oleh materialisme dan individualisme, sastra menjadi penjaga nilai-nilai moral yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat. Melalui sastra, kita belajar untuk mengenali diri sendiri, memahami orang lain, dan memperbaiki diri menjadi pribadi yang lebih baik. Dengan begitu, meskipun moral seringkali terlupakan dalam kehidupan modern, sastra tetap menjadi penjaga yang setia untuk membimbing kita menuju kehidupan yang lebih bermartabat.

Menghidupkan Kembali Genre Sastra yang Terlupakan

Fabel, mitos, dan sastra lisan kembali menarik perhatian di tengah gempuran sastra modern


Sumber: mediapublica.co

Di tengah laju perkembangan sastra modern dengan berbagai genre populer seperti fiksi distopia, realisme magis, hingga novel grafis, beberapa bentuk sastra tradisional justru mulai terpinggirkan. Fabel, mitos, dan sastra lisan merupakan tiga di antaranya. Padahal, ketiganya memiliki peran penting dalam sejarah perkembangan budaya dan literasi masyarakat, termasuk di Indonesia.

Kini, di tengah kesadaran akan pentingnya pelestarian budaya, muncul kembali perhatian terhadap genre-genre yang pernah berjaya ini. Tidak hanya dari kalangan akademisi, tetapi juga dari komunitas literasi, seniman, dan generasi muda yang tertarik mengeksplorasi warisan sastra Nusantara.

Fabel: Pendidikan Karakter dalam Cerita Binatang

Fabel merupakan cerita pendek yang menampilkan hewan sebagai tokoh utama dan menyampaikan pesan moral yang kuat. Di Indonesia, kisah Si Kancil yang cerdik merupakan salah satu contoh fabel yang populer dan terus diajarkan kepada anak-anak. Fabel menjadi media yang efektif dalam membentuk karakter anak karena menyampaikan nilai-nilai dengan cara yang ringan dan mudah dipahami.

Meski keberadaannya sempat meredup karena digeser oleh tayangan hiburan digital, fabel mulai dilirik kembali oleh para pendidik dan pegiat literasi. Beberapa buku cerita anak modern mulai mengadaptasi kembali bentuk fabel dengan ilustrasi menarik dan narasi yang lebih kontekstual dengan kehidupan masa kini.

Mitos: Cerita Rakyat Sarat Makna

Mitos merupakan cerita yang sering kali berkaitan dengan asal-usul tempat, kejadian alam, atau tokoh sakral yang diyakini masyarakat pada masa lalu. Indonesia kaya akan mitos yang tersebar di berbagai daerah, seperti legenda Tangkuban Perahu, kisah Nyi Roro Kidul, dan cerita rakyat Malin Kundang. Mitos tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai cara masyarakat menerjemahkan dunia dan nilai-nilai budaya.

Dalam kajian sastra dan antropologi, mitos sering dianggap sebagai jendela untuk memahami cara berpikir masyarakat tradisional. Kini, banyak seniman dan penulis yang mulai mengadaptasi ulang mitos-mitos lokal ke dalam bentuk cerita pendek, novel, hingga film, sebagai cara untuk mengenalkan kembali warisan budaya kepada generasi muda.

Festival-festival budaya di berbagai daerah juga turut menghidupkan kembali cerita mitos melalui pertunjukan seni, seperti teater rakyat dan tari tradisional. Upaya ini menjadi cara efektif untuk menjaga mitos tetap hidup dan dikenal luas di era modern.

Sastra Lisan: Warisan yang Hampir Terlupakan

Sebelum budaya tulis berkembang, masyarakat Indonesia telah memiliki tradisi sastra lisan yang sangat kaya. Dongeng, pantun, mantra, dan hikayat disampaikan secara turun-temurun melalui cerita yang disampaikan secara lisan. Namun, seiring berkembangnya teknologi dan gaya hidup modern, sastra lisan perlahan mulai ditinggalkan.

Meski demikian, beberapa komunitas dan pegiat budaya masih terus berupaya melestarikannya. Festival dongeng anak, pertunjukan wayang, hingga kegiatan membaca cerita rakyat di sekolah menjadi bentuk pelestarian yang efektif. Kini, dengan bantuan media digital, banyak kisah sastra lisan mulai direkam, diarsipkan, dan disebarluaskan melalui platform seperti YouTube dan podcast.

Lembaga seperti Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa turut berperan dalam mendokumentasikan sastra lisan dari berbagai daerah. Kegiatan ini bertujuan untuk menyelamatkan kekayaan budaya Indonesia yang terancam punah jika tidak segera dijaga dan diwariskan.

Jalan Tengah: Adaptasi Tradisi ke Era Digital

Kesadaran terhadap pentingnya pelestarian genre sastra tradisional mulai tumbuh di kalangan generasi muda. Beberapa penulis dan konten kreator menggabungkan unsur fabel, mitos, dan sastra lisan dengan pendekatan modern. Adaptasi ini bisa ditemukan dalam bentuk komik daring, novel ilustrasi, hingga animasi pendek di media sosial.

Genre-genre sastra yang sempat terlupakan ini tidak hanya memiliki nilai estetika, tetapi juga menyimpan nilai historis, moral, dan identitas budaya. Dengan pendekatan yang tepat, fabel, mitos, dan sastra lisan dapat tetap hidup dan memberi warna dalam lanskap sastra Indonesia yang terus berkembang.

Jejak Abadi Para Maestro Sastra Dunia

Sumber: Wikimedia Commons

Di balik kata-kata yang abadi dan kalimat yang menggugah jiwa, terdapat nama-nama besar yang telah menorehkan jejak mendalam dalam sejarah sastra dunia. Tokoh-tokoh seperti William Shakespeare, Fyodor Dostoevsky, dan Virginia Woolf bukan hanya penulis, melainkan pelopor pemikiran, penggugah kesadaran, dan penyampai nilai-nilai kemanusiaan lewat goresan pena. Karya-karya mereka terus hidup, melintasi zaman dan batas geografis, bahkan memengaruhi cara pandang manusia terhadap kehidupan.


William Shakespeare: Menyuarakan Kemanusiaan Lewat Drama

Di Inggris era Renaisans, nama William Shakespeare melambung sebagai sosok yang merevolusi dunia drama dan puisi. Melalui karya-karyanya yang terkenal seperti Romeo and Juliet, Hamlet, dan Macbeth, Shakespeare tidak hanya menyuguhkan kisah cinta, dendam, dan pengkhianatan, tetapi juga menyampaikan refleksi mendalam tentang kondisi manusia.

Dengan karakter-karakter yang kompleks dan konflik batin yang universal, Shakespeare menjelajahi psikologi manusia jauh sebelum ilmu psikologi modern lahir. Hingga hari ini, kalimat-kalimat seperti "To be, or not to be, that is the question" masih menggetarkan hati para pembaca dan penonton teater di seluruh dunia. Tak heran, karya-karyanya terus diadaptasi dalam berbagai bentuk, mulai dari film modern hingga musikal kontemporer.


Fyodor Dostoevsky: Mengupas Jiwa Manusia dalam Realitas Kelam

Melangkah ke Rusia abad ke-19, nama Fyodor Dostoevsky muncul sebagai pencerita kehidupan dalam nuansa kelam namun penuh makna. Dalam novel legendaris seperti Crime and Punishment dan The Brothers Karamazov, Dostoevsky menggali sisi terdalam dari moralitas, iman, dan penderitaan manusia. Ia mengajak pembaca menyelami dilema etis yang membingungkan sekaligus menyadarkan.

Gaya penulisannya yang intens dan filosofis menjadi cermin dari realitas sosial yang rumit di zamannya. Tidak hanya itu, banyak psikolog dan filsuf abad ke-20 mengakui pengaruh Dostoevsky dalam cara mereka memahami eksistensi manusia. Bahkan Sigmund Freud menyebut Dostoevsky sebagai "penulis terhebat yang pernah ada tentang psikologi manusia."


Virginia Woolf: Menembus Batas Identitas dan Kesadaran

Beranjak ke Inggris abad ke-20, dunia mengenal Virginia Woolf sebagai suara feminisme dan pelopor teknik penulisan stream of consciousness. Melalui karya-karya seperti Mrs Dalloway dan To the Lighthouse, Woolf mengajak pembaca memasuki dunia batin karakter-karakternya, membiarkan aliran pikiran mengalir tanpa batasan waktu dan tempat.

Woolf tidak hanya menulis cerita, tetapi juga membongkar struktur naratif konvensional dan memberikan tempat bagi perempuan untuk bersuara dalam dunia sastra yang sebelumnya didominasi laki-laki. Ia mempertanyakan peran gender, eksistensi, dan kebebasan berpikir dalam masyarakat. Tak hanya menjadi inspirasi bagi penulis perempuan, Woolf juga memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan sastra modern.

Ketiga tokoh tersebut, dengan latar dan gaya yang berbeda, menyumbangkan kontribusi penting terhadap perkembangan sastra global. Shakespeare menyentuh nurani lewat dramanya yang puitis, Dostoevsky mengguncang kesadaran lewat cerita yang menggali moralitas, dan Woolf membuka cakrawala baru dalam menyampaikan suara hati yang tertindas.

Menariknya, karya-karya mereka tidak menjadi usang. Justru, di tengah dunia yang semakin kompleks dan digital, warisan sastra ini tetap menjadi cermin bagi manusia untuk memahami dirinya sendiri. Di ruang-ruang kelas, panggung teater, klub buku, bahkan media sosial, kutipan dan gagasan mereka terus hidup dan diperbincangkan lintas generasi.

Sastra, pada akhirnya, adalah bentuk komunikasi terdalam antara manusia dengan dirinya sendiri dan dunia di sekitarnya. Tokoh-tokoh besar seperti Shakespeare, Dostoevsky, dan Woolf telah membuktikan bahwa kata-kata memiliki kekuatan untuk mengubah cara kita berpikir, merasa, dan bertindak.

Mereka bukan sekadar nama dalam buku sejarah, melainkan cahaya yang menuntun sastra menuju relevansi yang tak lekang oleh waktu. Dan di tengah dunia yang terus berubah, warisan mereka menjadi pengingat bahwa kisah manusia akan selalu memiliki tempat dalam baris-baris sastra.

Pengaruh Sastra Terhadap Film dan Adaptasi dari Buku Rumah untuk Alie

Jakarta, 17 April 2025 – Dunia sastra sering kali menjadi sumber inspirasi utama bagi industri film. Salah satu contoh nyata dari pengaruh sastra terhadap film dapat ditemukan dalam adaptasi novel Rumah untuk Alie karya penulis Indonesia, yang kemudian diubah menjadi sebuah karya sinematik yang menyentuh banyak hati. Proses adaptasi ini menandakan pentingnya literatur dalam membentuk dan mempengaruhi estetika film.

Gambar Cover Buku Rumah Untuk Alie

Rumah untuk Alie, yang awalnya diterbitkan sebagai novel, menceritakan kisah kehidupan seorang gadis muda yang berjuang melawan berbagai kesulitan hidup, termasuk tantangan sosial dan ekonomi yang dihadapinya. Buku ini berhasil merangkul pembaca dengan cara menggambarkan kedalaman karakter serta konflik batin yang realistik. Kemampuan penulis untuk menggambarkan perasaan dan kondisi sosial masyarakat, menjadi daya tarik yang menarik perhatian pembaca dan, akhirnya, pembuat film.

Dalam proses adaptasi ke layar lebar, pengaruh sastra tidak bisa dipandang sebelah mata. Film yang dihasilkan tidak hanya berfungsi sebagai representasi visual dari novel, tetapi juga memperkenalkan tema-tema yang ada dalam buku kepada khalayak yang lebih luas. Perubahan dari teks sastra ke medium film melibatkan pengolahan ulang narasi, yang seringkali membutuhkan penyesuaian agar lebih sesuai dengan ritme dan durasi tayangan film. Namun, karakter-karakter dalam Rumah untuk Alie tetap dapat mempertahankan esensinya, berkat kesetiaan pembuat film terhadap inti cerita yang terdapat dalam novel.

Salah satu tantangan utama dalam adaptasi ini adalah menjaga keseimbangan antara kesetiaan pada teks dan kemampuan film untuk memberikan pengalaman visual yang kuat. Kelebihan sastra adalah kemampuannya untuk mendalamkan karakter melalui narasi yang panjang, sementara film cenderung memiliki batasan waktu yang membuat pengembangan karakter lebih terbatas. Meskipun demikian, film Rumah untuk Alie mampu menyampaikan pesan-pesan moral yang sama kuatnya dengan versi bukunya, menjadikan adaptasi ini berhasil baik dalam mempertahankan esensi sastra sembari memaksimalkan kekuatan visual medium film.

Adaptasi ini juga menunjukkan bahwa sastra memiliki peran penting dalam memperkaya dan memperluas cakrawala seni budaya, di mana film menjadi jembatan antara dunia literasi dan audiens yang lebih luas. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sastra, seperti yang terlihat dalam adaptasi Rumah untuk Alie, tetap menjadi sumber daya yang tak ternilai bagi dunia perfilman Indonesia.

Ini Dia Tips dan Trik Merawat Buku Agar Tidak Cepat Menguning


Buku adalah jendela dunia yang membuka banyak pengetahuan dan cerita. Namun, seiring berjalannya waktu, buku yang sering dibaca atau disimpan dalam kondisi kurang baik bisa mengalami perubahan warna, seperti menguning atau bahkan rusak. Menguningnya halaman buku sering kali menjadi tanda bahwa buku tersebut terpapar kelembaban, sinar matahari, atau disimpan dengan cara yang tidak tepat. Oleh karena itu, merawat buku dengan benar sangat penting agar tetap awet dan terbebas dari kerusakan. Berikut adalah beberapa tips dan trik yang bisa diterapkan untuk merawat buku agar tidak cepat menguning.

1. Simpan Buku di Tempat yang Tepat

Salah satu faktor utama yang menyebabkan buku menguning adalah paparan langsung terhadap sinar matahari. Sinar UV dari matahari dapat merusak kertas, menyebabkan proses oksidasi yang membuat halaman buku berubah warna menjadi kekuningan. Oleh karena itu, pastikan untuk menyimpan buku di tempat yang tidak terpapar langsung sinar matahari.

Selain itu, simpan buku di tempat yang kering dan memiliki suhu stabil. Hindari menyimpannya di tempat yang lembap atau terlalu panas, seperti dekat jendela yang sering terpapar matahari atau di ruang dengan kelembapan tinggi. Suhu yang terlalu panas dapat menyebabkan lem dan tinta pada buku menjadi rusak.

2. Gunakan Tempat Penyimpanan yang Sesuai

Penyimpanan buku yang baik juga bisa mencegahnya dari kerusakan. Gunakan rak buku yang terbuat dari bahan yang tidak mudah menyerap kelembapan, seperti rak kayu atau rak logam yang memiliki ventilasi. Rak buku sebaiknya tidak terlalu padat agar buku tetap memiliki ruang untuk sirkulasi udara yang baik. Hindari menumpuk buku terlalu rapat karena hal ini bisa mempercepat kerusakan akibat tekanan dan kelembapan yang terperangkap di antara buku-buku.

Jika Anda menyimpan buku dalam kotak atau wadah tertutup, pastikan wadah tersebut memiliki ventilasi yang cukup agar buku tidak terkena kelembapan yang dapat menyebabkan jamur dan bau apek. Jangan biarkan buku tersimpan di dalam plastik yang terlalu rapat karena plastik bisa menahan kelembapan.

3. Jauhkan Buku dari Kelembapan

Kelembapan adalah musuh utama buku, terutama untuk buku dengan kertas yang lebih tipis dan rapuh. Kelembapan bisa membuat buku menjadi lembab, mengundang jamur, dan akhirnya menyebabkan halaman buku menguning dan rapuh. Untuk mencegahnya, pastikan untuk menyimpan buku di tempat yang kering dan terhindar dari uap air.

Jika Anda tinggal di daerah yang memiliki tingkat kelembapan tinggi, Anda bisa menggunakan pengering udara atau silica gel di dekat rak buku untuk menyerap kelembapan. Silica gel sangat efektif untuk menjaga buku tetap kering dan terhindar dari jamur.

4. Hindari Menyentuh Halaman Buku Secara Langsung

Ketika kita membaca buku, sering kali tangan kita langsung bersentuhan dengan halaman buku. Keringat dan minyak dari tangan kita dapat menyebabkan noda pada halaman buku dan mempercepat penguningan. Untuk menghindari hal ini, cobalah untuk memegang buku dengan hati-hati di bagian tepi atau gunakan sarung tangan berbahan lembut saat membaca buku yang lebih berharga.

Jika memungkinkan, gunakan alat pembatas seperti pembatas buku atau penanda untuk menandai halaman tanpa harus membalik halaman dengan jari. Ini bisa mengurangi risiko kotoran atau minyak dari tangan yang menempel di buku.

5. Rutin Membersihkan Buku dari Debu

Debu yang menempel pada buku bisa memperburuk kondisi buku dan mempercepat proses oksidasi pada halaman. Oleh karena itu, penting untuk rutin membersihkan buku dari debu. Gunakan kain mikrofiber atau kuas lembut untuk membersihkan permukaan buku secara perlahan. Jangan menggunakan cairan pembersih kimia karena dapat merusak sampul atau halaman buku.

Untuk membersihkan buku yang sudah cukup tua atau rapuh, lakukan dengan sangat hati-hati dan jangan menggunakan tenaga berlebih. Pastikan buku dalam posisi tertutup saat membersihkannya untuk mencegah debu masuk ke dalam bagian-bagian buku yang lebih dalam.

6. Gunakan Penjaga Buku atau Pelindung Halaman

Jika Anda memiliki buku yang sangat berharga atau koleksi buku yang sering dibaca, pertimbangkan untuk menggunakan pelindung plastik atau penjaga buku untuk menjaga buku tetap terjaga. Pelindung plastik dapat melindungi sampul dan halaman buku dari debu, kelembapan, serta kerusakan fisik lainnya.

Selain itu, beberapa orang menggunakan pelindung halaman seperti "acid-free" paper atau lapisan pelindung untuk menjaga halaman buku tetap awet dan bebas dari asam yang dapat merusak kertas. Pastikan pelindung yang digunakan ramah lingkungan dan tidak mengandung bahan kimia yang bisa merusak buku.

7. Perhatikan Kebersihan Tangan Saat Membaca Buku

Selain menjaga kebersihan tempat penyimpanan buku, menjaga kebersihan tangan juga sangat penting saat membaca buku. Pastikan tangan Anda dalam kondisi bersih dan kering sebelum memegang buku. Hindari makan atau minum sambil membaca, karena noda makanan atau minuman yang tertinggal pada halaman bisa merusak kertas dan menyebabkan penguningan.

Jika Anda tidak sengaja menjatuhkan cairan pada buku, segera keringkan dengan kain bersih dan letakkan buku dalam posisi terbuka untuk menghindari noda yang membekas.

8. Penyegelan untuk Buku yang Tidak Terpakai

Jika ada buku yang jarang digunakan, pertimbangkan untuk menyegel buku dalam kantong plastik yang bebas dari bahan kimia berbahaya atau dalam kemasan khusus yang dapat melindungi buku dari debu dan kelembapan. Penyegelan ini bisa membantu buku tetap terlindungi dalam waktu yang lebih lama, terutama jika Anda tidak ingin menyimpannya di rak terbuka.

9. Pemeriksaan Rutin

Untuk memastikan kondisi buku tetap baik, lakukan pemeriksaan rutin. Periksa secara berkala apakah ada tanda-tanda kerusakan seperti kertas yang menguning, sobek, atau bagian-bagian yang rusak. Jika Anda menemukan masalah kecil, segera lakukan perbaikan seperti menambahkan perekat atau melapisi halaman dengan pelindung untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

Dengan menerapkan tips dan trik ini, Anda dapat memperpanjang usia buku kesayangan Anda dan menjaga kondisinya tetap baik. Buku yang dirawat dengan baik tidak hanya akan bertahan lebih lama, tetapi juga akan terus memberikan manfaat bagi pembacanya. Jadi, mulailah merawat buku Anda dengan penuh perhatian agar tetap awet dan bisa dinikmati sepanjang waktu.


TIM Book Fest 2025 Digelar, Diskon Buku hingga 80 Persen

Jakarta, 22 April 2025 — Festival literasi tahunan TIM Book Fest: Book & Literature Festival 2025 resmi digelar di kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat. Acara berlangsung selama satu bulan, mulai 14 April hingga 14 Mei 2025, dengan rangkaian kegiatan literasi, diskusi, serta bazar buku yang menawarkan potongan harga hingga 80 persen.

Sumber: Instagram.com/@tim.cikini

Kegiatan berpusat di Co-Working Space lantai 3 Gedung Ali Sadikin, TIM. Festival dibuka setiap hari, dengan jam operasional pukul 09.00–17.00 WIB pada Senin hingga Kamis dan pukul 09.00–20.00 WIB pada Jumat hingga Minggu.

Pengunjung dapat memilih ribuan judul buku dari berbagai penerbit nasional dengan harga mulai dari Rp10.000. Genre buku yang ditawarkan bervariasi, mencakup fiksi, nonfiksi, literatur anak, hingga karya sastra klasik dan kontemporer.

“Saya sangat senang bisa datang ke TIM Book Fest 2025 karena banyak sekali buku yang didiskon. Ini kesempatan langka untuk membeli buku berkualitas dengan harga terjangkau, terutama bagi saya yang memang gemar membaca. Banyak pilihan buku dari berbagai genre, dan saya bisa mendapatkan buku-buku yang sulit ditemukan di toko biasa,” ujar Dina, seorang pengunjung yang mengaku antusias setiap kali festival literasi ini digelar.

Beberapa penerbit ternama yang ikut berpartisipasi dalam festival ini antara lain Gramedia Pustaka Utama, Penerbit Mizan, Bentang Pustaka, Elex Media Komputindo, Pustaka Jaya, hingga Banana Publisher. Selain itu, sejumlah penerbit independen dan komunitas literasi juga turut meramaikan acara dengan menghadirkan buku-buku alternatif dan terbitan terbatas.

Selain bazar buku, pengunjung juga disuguhi berbagai kegiatan literasi, antara lain lokakarya kepenulisan, diskusi buku, bedah karya, pertunjukan seni, serta kompetisi menulis dan membaca yang terbuka untuk pelajar maupun umum. Acara juga menghadirkan sesi temu sapa dengan penulis dan pegiat literasi nasional.

“Festival ini bertujuan membuka ruang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendekatkan diri dengan dunia literasi,” ujar panitia penyelenggara, Muhammad Ilham.

TIM Book Fest 2025 merupakan hasil kolaborasi antara pengelola TIM, penerbit, komunitas literasi, serta lembaga pemerintah yang memiliki kepedulian terhadap budaya baca. Kegiatan ini juga tidak memungut biaya masuk alias gratis bagi pengunjung.

Pihak penyelenggara menargetkan festival ini menjadi ruang inklusif untuk seluruh lapisan masyarakat dalam mengakses buku dan informasi secara mudah. Kehadiran festival ini diharapkan dapat memperkuat budaya literasi sekaligus menumbuhkan minat baca, terutama di kalangan generasi muda.


Mengunci Ingatan Hadirkan Warisan Sastra Yudhistira ANM Massardi

Jakarta — Pameran sastra bertajuk Mengunci Ingatan resmi dibuka di Galeri PDS-H.B. Jassin, GD. Ali Sadikin Lt. 4, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Jumat (19/4). Acara ini diselenggarakan untuk memperingati satu tahun wafatnya sastrawan Yudhistira ANM Massardi. Penyelenggara menampilkan karya-karya penting sang penyair, termasuk puisi, naskah drama, dan catatan pribadi yang belum pernah dipublikasikan.


Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi DKI Jakarta bersama Perpustakaan Jakarta dan Pusat Dokumen Sastra H.B. Jassin mempersembahkan Pameran Sastra Mengunci Ingatan- Setahun Kepergian Yudhistira ANM Massardi.Yud

Kurator pameran, Reda Gaudiamo, menyampaikan bahwa pameran ini bertujuan mengenalkan kembali kekuatan bahasa dan ide-ide kritis Yudhistira kepada generasi masa kini. 

“Kami ingin membuka ruang dialog antara karya Yudhistira dan pembacanya hari ini,” ujarnya dalam sambutan pembukaan.

Pameran memamerkan puisi terkenal seperti Sajak Sikat Gigi dan Arjuna Mencari Cinta, serta potongan naskah drama Opera Sembelit yang dikenal dengan satire sosialnya. Selain itu, pengunjung dapat melihat langsung naskah asli yang ditulis tangan, lengkap dengan coretan revisi dan catatan proses kreatif penulis.

Instalasi interaktif juga disiapkan, termasuk dokumentasi visual serta rekaman audio Yudhistira membacakan puisinya sendiri. Penyelenggara berharap pendekatan ini dapat memberikan pengalaman yang lebih imersif dan emosional bagi pengunjung.

Beberapa pengunjung menyampaikan kesan mendalam terhadap pameran tersebut. Nadia, mahasiswa, menyebut pameran ini sebagai ruang belajar. 

“Saya melihat langsung bagaimana puisi itu lahir, dari ide mentah sampai jadi karya utuh,” katanya. 

Galih, seorang penikmat sastra, menyatakan bahwa puisi Yudhistira tetap relevan. 

“Meski ditulis puluhan tahun lalu, isinya seperti mencerminkan kondisi hari ini,” ujarnya.

Pameran berlangsung hingga 8 Mei 2025 sebagai bagian dari program Gerakan Literasi Jakarta yang digagas Dinas Perpustakaan dan Kearsipan DKI Jakarta. Selain pameran, panitia juga menggelar diskusi sastra, pemutaran film dokumenter, serta pembacaan puisi oleh berbagai tokoh sastra.

Yudhistira ANM Massardi dikenal sebagai pelopor puisi humor di Indonesia. Dua buku terakhirnya, Akhirnya Kita Seperti Dedaun dan Dari Paris untuk Cinta, yang terbit pada awal 2024, memperkuat reputasinya sebagai penyair yang mampu memadukan keindahan, satire, dan kedalaman emosi dalam karyanya.

Pameran ini terbuka untuk umum. Penyelenggara berharap pameran dapat menjadi ruang refleksi sekaligus penggerak semangat literasi di tengah masyarakat.

Bacaan Wajib Generasi Z untuk Masa Depan yang Cerah

  Membaca merupakan salah satu cara terbaik bagi generasi muda untuk memperluas wawasan, memperkaya pemikiran, dan menemukan inspirasi dalam...