Sumber: Instagram
resmi Tere Liye, @tereliyewriter
Nama
Tere Liye sudah tidak asing lagi di dunia sastra Indonesia. Karya-karyanya,
seperti Hujan dan Rindu, telah melambungkan namanya sebagai salah satu penulis
paling terkenal di Tanah Air. Namun, belakangan ini muncul kabar mengejutkan
bahwa penulis yang sudah melahirkan lebih dari 30 buku ini menggunakan jasa
ghostwriter untuk beberapa karya terkenalnya. Fenomena ini menimbulkan
perdebatan panjang di kalangan pembaca dan penulis. Apakah penggunaan
ghostwriter mereduksi kualitas atau justru memberi peluang baru dalam dunia
penulisan?
Tere
Liye adalah salah satu penulis yang memiliki pembaca setia di Indonesia. Sejak
debutnya pada tahun 2005, ia telah mencatatkan lebih dari 8 juta kopi buku
terjual. Namun, pada akhir 2024, sebuah pengakuan mengejutkan datang dari sang
penulis: beberapa karya terbaiknya ternyata dikerjakan oleh ghostwriter.
Pengakuan ini mengejutkan banyak pihak, mengingat Tere Liye dikenal sebagai
penulis yang produktif dan memiliki gaya penulisan khas yang banyak digemari
pembaca.
Ghostwriter
adalah seorang penulis yang menulis karya, baik itu buku, artikel, atau teks
lainnya, namun nama penulis yang tercantum pada karya tersebut bukanlah nama
mereka. Sebagai ganti, nama seseorang yang menyewa mereka untuk menulis akan
muncul sebagai penulis resmi. Ghostwriter bekerja di balik layar, dengan
kompensasi yang telah disepakati, tanpa mengharapkan pengakuan atau kredit atas
karya yang mereka buat.
Penggunaan
ghostwriter bukanlah hal baru dalam dunia penulisan, terutama di kalangan
tokoh-tokoh publik yang memiliki banyak pengikut atau kegiatan yang sangat
padat. Dalam dunia sastra, beberapa penulis terkenal juga memanfaatkan jasa
ghostwriter untuk merampungkan proyek-proyek besar mereka.
Tere
Liye, yang dikenal dengan karya-karya fiksi yang mengangkat tema kehidupan dan
hubungan antar manusia, menjelaskan bahwa ia memanfaatkan ghostwriter untuk
memastikan karya-karyanya tetap hadir dengan kualitas yang tinggi, meski ia
tidak memiliki cukup waktu untuk menulis semuanya sendiri. Ia mengungkapkan
bahwa proses kolaborasi dengan ghostwriter memberinya kesempatan untuk fokus
pada ide dasar dan tema besar dari sebuah cerita, sementara penulis bayangan
tersebut mengerjakan detil teknis dan alur naratifnya.
Meski
kontroversial, pengakuan ini membuka diskusi lebih lanjut tentang etika dalam
dunia penulisan. Beberapa pembaca merasa dikhianati karena mereka merasa
seperti "dibohongi" mengenai siapa yang sebenarnya menulis karya
tersebut. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa selama kualitas dan pesan yang
ingin disampaikan tetap tercapai, penggunaan ghostwriter bisa dipandang sebagai
bentuk kolaborasi kreatif yang sah.
Ada
beberapa alasan mengapa seorang penulis memilih untuk menggunakan jasa
ghostwriter. Selain keterbatasan waktu, faktor lainnya adalah untuk menjaga
kelangsungan produktivitas. Penulis yang sibuk dengan berbagai proyek atau
kegiatan lainnya mungkin tidak dapat meluangkan cukup waktu untuk menulis karya
baru secara intensif. Ghostwriter, dengan pengalaman dan keterampilan menulis
yang mumpuni, dapat membantu menyelesaikan proyek dalam waktu yang lebih
singkat.
Tentu
saja, ada juga faktor finansial. Beberapa penerbit atau penulis besar mungkin
merasa bahwa menggunakan ghostwriter adalah investasi yang menguntungkan untuk
menjaga kualitas karya sambil memenuhi tuntutan pasar.
Terkait
dampak penggunaan ghostwriter, banyak yang mempertanyakan apakah pembaca akan
merasa "tertipu" jika mengetahui bahwa karya yang mereka baca bukan
sepenuhnya ditulis oleh penulis yang namanya tercetak di sampul. Namun,
fenomena ini juga membuka peluang baru bagi para penulis yang ingin menerbitkan
buku namun kesulitan untuk menulisnya sendiri.
Di
sisi lain, bagi dunia sastra, penggunaan ghostwriter bisa dilihat sebagai cara
untuk mempertahankan kualitas karya sambil tetap menghadirkan sesuatu yang baru
bagi pembaca. Seorang penulis besar seperti Tere Liye, misalnya, memiliki
pengaruh yang kuat dalam dunia sastra, dan karya-karya yang ditulis dengan
bantuan ghostwriter tetap memiliki kekuatan untuk menyampaikan pesan yang dalam
dan relevan.
Menggunakan
ghostwriter bukanlah kejahatan, asalkan ada keterbukaan mengenai proses kreatif
tersebut. Beberapa penulis, seperti James Patterson atau Robert Ludlum,
terkenal dengan model kolaborasi mereka dengan ghostwriter dalam menulis
serangkaian buku. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan ghostwriter adalah
bagian dari proses kreatif yang sah dalam dunia penulisan. Dalam konteks ini,
kualitas dan kedalaman karya tetap menjadi hal yang utama.
Bagi
pembaca, ini bisa menjadi momen untuk lebih memahami bahwa karya sastra,
seperti halnya bentuk seni lainnya, bisa berkembang melalui berbagai cara.
Tidak semua proses penulisan harus dilakukan sendirian, dan kadang-kadang
kolaborasi bisa menghasilkan sesuatu yang lebih besar dari sekadar individu.
Fenomena
penggunaan ghostwriter memang menimbulkan pro dan kontra, namun yang tak bisa
dipungkiri adalah kemajuan dan dinamika dalam dunia sastra. Seiring waktu,
penulis dan pembaca mungkin akan semakin menerima bahwa di balik karya-karya
besar, ada tim kreatif yang bekerja keras untuk mewujudkan karya tersebut. Tere
Liye adalah salah satu contoh nyata bagaimana seorang penulis bisa memanfaatkan
ghostwriter untuk terus berinovasi, sekaligus menjaga kualitas karya yang ia
hasilkan. Untuk pembaca, yang terpenting adalah pesan yang disampaikan dalam
karya tersebut, meski nama yang tercantum di sampulnya tidak selalu sama dengan
penulis yang melahirkan ide cerita.